Miss Jomblo


Miss Jomblo oleh Naminist Popy 
Cerpen ini dimuat di Majalah Young No.21 Tahun 2010

@NaministPopy


Sudah menjadi rutinitas bagi Mini, Pupu, dan Airis untuk siaran di Radio Sekolah setiap hari Senin dan Kamis sore. Acara “Miss Jomblo Sekolah” yang mereka bawakan menempati rating tertinggi di sekolah. Bahkan mereka telah dinobatkan sebagai penyiar radio paling kompak seantero sekolah. Mereka semakin populer dan memiliki banyak penggemar sejak penobatan itu. Tentu saja penggemar mereka adalah jomblo-jomblo kesepian yang tetap bahagia karena banyak teman senasib sepenanggungan. Namun, sudah sepekan ini Mini tidak ikut siaran radio. Airis baru saja mengetahui kabar bahwa Mini sakit tipes dari teman sekelasnya.
            “Pu, Mini gejala tipes. Jenguk dia sepulang sekolah, yuk,” bujuk Airis usai upacara bendera.
            “Males, Ris. Kamu aja sendiri. Nanti sore jangan sampai terlambat siaran!” tolak Pupu ketus.
            “Cuma gara-gara Mini pacaran sama Micky, marahnya to be continue! Udah berapa episode? Ngalahin sinetron aja,” Airis jadi sewot sendiri.
            Dengan perasaan kecewa, sepulang sekolah Airis menuju rumah Mini sendirian. Tak lupa ia membeli apel merah kesukaan Mini. Ia berharap Mini segera sembuh dan kembali ke sekolah setelah memakan apel merah yang dibawanya.
            Sepanjang perjalanan menuju rumah Mini yang letaknya tidak jauh dari sekolah, Airis terus memikirkan persahabatan mereka yang hampir kandas hanya karena kesalahpahaman dan keegoisan masing-masing. Padahal sebelum tragedi pelanggaran janji setia: “menjomblo sampai lulus sekolah”, Mini, Pupu, dan Airis adalah tiga sahabat yang tak bisa dipisahkan. Kekompakan mereka pantas diacungi jempol. Mini yang feminin dan serba minim (mulai dari pakaian yang minim bahan, potongan rambut super pendek ala Yuni Syarah, sampai minim suara alias kebanyakan diam). Pupu yang cerewet, ramah, tomboy, dan berantakan. Airis yang bijak, dewasa dan keibuan. Satu-satunya hal yang membuat mereka kompak adalah perasaan senasib dan sepenanggungan. Jomblowati sejati. Sehingga mereka memproklamirkan diri sebagai ‘Miss Jomblo Sekolah’.
Alasan mengapa menjomblo selama SMA adalah agar mereka bisa bergaul dengan siapa saja tanpa ada yang cemburu. Bisa pedekate dengan cowok mana saja yang menurut mereka menarik. Bisa fokus pada pelajaran sekolah tanpa gangguan jadwal kencan. Dan yang terakhir, menghindari sakitnya hati dikhianati cowok. Karena mereka pernah mengalaminya waktu di bangku SMP.
Airis pun sampai di halaman rumah Mini yang ditumbuhi banyak tanaman hias, bunga warna-warni dan satu pohon mangga berukuran cukup besar. Warna cat tembok dan pagar yang hijau muda membuat tempat tinggalnya tampak asri. Airis pun mengucapkan salam pada Ibunda Mini yang sedang menyapu teras depan. Sambil tersenyum, Ibunda Mini menjawab salam dan mempersilakannya masuk.
Sesampainya di dalam rumah Mini, Airis mendapati gadis berambut ikal itu sedang berjalan menuju ruang makan.
            “Mi, gimana keadaanmu? Aku kangen kamu, tahu!” Airis langsung memeluk Mini saat menemuinya di ruang makan.
            Mini mempersilakan Airis duduk dan makan bersamanya.
            “Dasar Mini, nggak pernah berubah. Body language mulu. Tuhan menciptakan mulut untuk bicara, tahu!” Airis gemas pada Mini yang selalu bersikap acuh tak acuh.
            “Mi, indah kalau ingat kenangan manis kita bertiga. Nggak ada yang bisa ngalahin kekompakan kita. Bayangin, kita selalu bareng dari TK sampai SMA,” kata Airis sambil mencomot ayam goreng.
            “Waktu Pupu diminta siaran di Radio Sekolah, dia langsung ngajak kita. Dia nggak mau terima tawaran siaran kalau nggak bertiga,” lanjut Airis, kali ini sambil menciduk sayur bayam buatan Ibunda Mini.
            “Ya,” Mini mulai bersuara.
            “Waktu aku nggak boleh pulang malam, kalian berdua yang meyakinkan orang tuaku sampai akhirnya aku diizinin.”
            “Ya.”
            “Waktu SMP, kamu pernah sakit hati dikhianati cowok. Aku dan Pupu yang menghiburmu sampai akhirnya kamu bisa ngerelain cowok itu pergi.”
            “Ya.”
            Airis jengkel hanya menerima balasan kata ‘ya’, tapi tetap melancarkan misinya; membujuk Mini berbaikan dengan Pupu.
            “Kamu sadar nggak, sih? Kalau kamu pacaran sama dia lagi, bukan hal yang nggak mungkin bakalan sakit hati untuk yang kedua kalinya.”
            “Tapi Ris, dia itu udah berubah 180 derajat celcius. Eh, maksudku nggak pakek celcius, kelvin, farenhait, atau reamor.” Kebiasaan Mini yang pendiam, namun sekalinya bicara asal dan sok jayus.
            “Kamu masih cinta sama Micky, ya?”
            Mini mengangguk lemah.
“Ya udah, nggak apa-apa. Yang penting kamu siaran bareng kita lagi. Nggak ada kamu nggak rame, Mi!”
            “Tapi aku sudah melanggar kesepakatan kita, Ris...”
            Kali ini Airis membelalakkan matanya, “Jadi gosip kamu balikan sama Micky bener, Mi?!”
***

@NaministPopy


Airis teringat awal gencatan senjata antara Mini dan Pupu yang membuatnya dilema untuk mempertahankan persahabatan mereka. Sore itu, Mini, Pupu dan Airis siaran radio seperti biasa. Mereka membahas video asusila Ariel dan Luna yang sudah berbulan-bulan tak ada kabarnya lagi. Dengan bangga Pupu menyarankan betapa pentingnya menjomblo selama masih sekolah untuk menghindari pergaulan bebas. Dalam diskusi di udara ini, sebagian ada yang pro, ada pula yang kontra.
            Sesekali Pupu melirik Mini yang bertugas memutarkan lagu. Airis paham, Pupu sengaja menyindir Mini yang digosipin CLBK dengan mantan pacarnya. Mini yang merasa tersindir tetap menahan emosi. Namun lama-lama kesabarannya habis. Perdebatan pun tak bisa dihindari. Mini mulai angkat bicara.
            “Sobat muda, tidak selamanya pacaran itu identik dengan pergaulan bebas. Tentu saja bila dilakukan dengan benar. Maksudku, pacaran yang sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat,” kata Mini menggebu-gebu.
            “Emang ada yang seperti itu?” bantah Pupu.
            “Pacaran sewajarnya aja. Kayak belajar bareng, nonton bareng, curhat-curhatan, saling membantu bila ada kesulitan, atau hal positif lainnya.”
            “Kalau kayak gitu sih ngapain pacaran? Temenan atau sahabatan aja!”
            Airis yang sudah tidak tahan dengan perdebatan Pupu dan Mini mengakhirinya dan bergegas memutarkan lagu. Tiga lagu mengakhiri jam siaran mereka.
            Perdebatan antara Pupu dan Mini belum berhenti sampai di situ. Masih berlanjut dalam perjalanan menuju tempat parkir motor. Beberapa anak basket yang masih latihan di lapangan sekolah memperhatikan mereka. Airis tak sanggup menghentikan perdebatan yang kini telah berubah menjadi pertengkaran.
            “Mi, apa-apaan sih, di depan pendengar mengotori reputasi kita sebagai Miss Jomblo. Kita itu siaran bawain acara Jomblo Sekolah. Kamu malah dukung yang namanya pacaran. Pas on air pula.”
            “Iya, silakan kalau kamu mau ngeluarin aku dari Miss Jomblo. Aku masih bisa cari teman yang lain.”
            Airis sedih menyaksikan pertengkaran kedua sahabatnya. Tapi, saat itu ia tak bisa berbuat apa-apa. Diraihnya tangan Pupu. Airis tahu Mini masih bisa menyelesaikan ini sendiri. Sedangkan Pupu? Airis harus mengantar Pupu pulang dan menenangkannya.
            “Ris, apa yang dilakukan Mini udah kelewatan. Dia ngomong kayak gitu di depan umum. Emangnya selama ini apa artinya persahabatan kita bertiga...”
            Airis memeluk Pupu yang tak mampu menahan tangis. Diputarnya lagu kebangsaan mereka bertiga. Lagu berjudul ‘Satu Bintang’ milik Antique Band. Lalu dibukanya jendela kamar Pupu. Bintang kecil bertaburan di langit malam.
            “Pu, pilih satu bintang!”
            “Itu...” Pupu malah menunjuk tiga bintang kecil diantara Rigel dan Betelgeuse pada rasi bintang Orion.
            Airis menginap di rumah Pupu. Semalaman mereka terjaga. Mereka hanya istirahat dua jam menjelang subuh. Banyak cerita yang mengalir memecah keheningan malam. Semua turcurahkan begitu saja.
***
            Pikiran Airis yang barusan melayang memikirkan sebab keretakan persahabatan mereka, telah kembali ke ruang makan sederhana yang tidak terlalu luas. Di sana Airis dan Mini saling diam menatapi piring dan gelas yang hampir kosong.
“Mi, kalau udah sembuh, baikan lagi sama Pupu, ya. Pupu yang tomboy, ternyata bisa nangis darah cuma gara-gara bertengkar sama kamu.”
            “Apa salah bila aku mencintainya, Ris?”
            “Nggak ada yang salah, Mi. Rasa itu muncul begitu saja. Yang terpenting kamu tahu batas-batasnya dan bisa jaga diri.”
            Tetes demi tetes air mata jatuh ke pipi Mini. Perasaan bersalah menghinggapinya. Pada Pupu, pada Airis, pada persahabatan yang mereka jalin selama ini.
            “Suatu hari kita semua akan memiliki rasa itu. Dan yang pertama adalah kamu, Mi. Suatu hari kita akan memiliki pasangan masing-masing. Itu bukan suatu kesalahan. Sebenarnya itu sesuatu yang selama ini kita cari. Hanya saja waktunya kurang tepat buat Miss Jomblo yang personilnya kita bertiga. Dan ketika hari itu tiba, kita harus pastikan persahabatan kita tetap utuh selamanya.”
            Airis tidak bisa berlama-lama di rumah Mini. Ia harus segera kembali ke sekolah untuk siaran bersama Pupu. Airis berjanji akan meneleponnya usai siaran. Airis merasa lega setelah berbincang dengan Mini. Setidaknya persahabatan mereka ada harapan untuk kembali seperti sedia kala.
            Dalam kamar yang luasnya tak sampai 10 meter persegi, Mini mulai menyalakan radio dan mendengarkan kedua sahabatnya siaran. Lagu-lagu yang pernah menghiasi persahabatan mereka pun berkumandang di udara. Sungguh indah persahabatan. Pikirnya, tak perlu berakhir hanya karena masalah sepele seperti ini.
            Keesokan paginya Mini masuk sekolah dengan wajah cerah. Mini mampir ke kelas Pupu dan mengucapkan maaf padanya. Airis yang sekelas dengan Pupu muncul tiba-tiba dari balik pintu kelas.
            “Apa ada hal yang lebih indah dari persahabatan?!” Airis sengaja mengagetkan Mini dan Pupu.
            “Cinta,” kata Mini seraya menarik tangan Airis.
            “Maksudku cinta yang berbalas. Selama ini aku tahu diam-diam Pupu naksir Micky. Semalam terpaksa aku putusin Micky biar kita bertiga punya peluang yang sama untuk mendapatkan hatinya setelah lulus sekolah nanti,” lanjut Mini.
            “Kita bertiga? Aku nggak ikutan!” Airis mengangkat tangan tanda menyerah. Mini dan Pupu tergelak hebat sampai teman-teman sekelas memperhatikan mereka.
***
@NaministPopy