Sewaktu Rubi Sakit

Sewaktu Rubi Sakit oleh Naminist Popy
Cerpen anak ini dimuat di Majalah anak-anak IMUT edisi 17, April 2011

@NaministPopy
Rubi, burung Kakaktua kesayanganku, susah makan dua hari ini. Minumnya pun hanya sedikit. Ia tidak menyentuh jagung manis kesukaannya. Karena mulai kesal, aku meninggalkannya sendirian. Dengan langkah gontai, Rubi mengikuti dari belakang. Tak tega aku melihatnya. Ia sangat lemas, tak sekuat biasanya. Akhirnya kuhampiri Rubi lagi dan memeluknya dengan penuh rasa sayang.

"Rubi, kau sakit apa?" tanyaku seraya membelai bulu-bulu putihnya.

Rubi tak bersuara. Ia tak ceriwis lagi seperti biasanya. Saat itu, baru kusadari kaki kirinya terluka, karena darahnya menodai seragam sekolahku. Aku bergegas mengambil obat merah dan mengolesinya.

"Bu, kaki Rubi berdarah. Sudah kuberi obat merah. Apa kita perlu memberinya antibiotik juga?" tanyaku pada Ibu yang sibuk di dapur.

"Sop kesukaanmu sudah matang. Kamu makan saja dulu. Nanti sore kita bawa Rubi ke dokter hewan," jawab Ibu seraya memindahkan masakan ke meja makan.

"Iya, Bu. Aku ganti baju dulu. Seragam sekolahku mesti segera direndam karena terkena darah Rubi," kataku seraya meninggalkan Ibu.

@NaministPopy
Usai makan, aku memandangi Rubi dari balik jendela kamar. Ia nampak murung di taman depan. Tak lincah seperti biasanya. Biasanya jam segini ia sedang bermain-main. Sesekali menyahutiku bila aku meledeknya. Namun kemarin dan hari ini, ia hanya diam saja. Bagaimana dengan esok atau lusa? Aku tak mau ia seperti itu.

"Puti, bersiaplah. Ayahmu pulang cepat. Nanti kita mengantar Rubi sama-sama ke dokter hewan," ujar Ibu. Ibu tahu betapa sedihnya hatiku melihat Rubi seperti ini.

"Iya, Bu," balasku, lalu bergegas menyiapkan baju kesayanganku yang pernah kukenakan waktu berfoto dengan Rubi.

Sungguh, aku sangat takut kehilangan Rubi. Aku tidak mau ia mati.

"Ayah, apa setelah diobati dokter nanti, Rubi akan sehat kembali?" tanyaku dalam perjalanan.

"Tentu saja, kita akan bertemu dokter terbaik di kota ini," jawab Ayah penuh keyakinan.

Rubi, burung Kakaktuaku, kurawat sejak ia masih kecil. Aku dan Ibu yang memberinya nama. Waktu itu Ibu bertanya padaku, "Kau suka warna merah atau putih?"

Lalu jawabku, "Namaku Puti, tentu saja aku suka warna putih, Bu. Tapi aku juga suka warna merah. Aku suka warna merah dan putih. Biar jadi bendera. Namai burung ini dengan nama Merah ya, Bu..."

"Kalau Merah kok jadi kurang enak didengarnya? Bagaimana kalau kita menamainya Rubi saja!" usul Ibu.

"Rubi itu artinya merah ya, Bu?" tanyaku.

"Rubi itu batu permata berwarna merah," jelas Ibu.

Aku setuju dengan pendapat Ibu. Sejak itu, kami sekeluarga memanggil burung Kakaktua putih kami dengan nama Rubi.

Rubi cepat sembuh ya. Bicara lagi seperti biasanya. Aku sedih melihatmu seperti ini. Semoga dokter hewan yang baik hati itu bisa menyembuhkanmu. Aku juga akan berdoa pada Tuhan buat kesembuhanmu. Nanti kalau Rubi sudah sembuh kita akan bermain bersama lagi. Aku janji tidak akan meledekimu lagi.

Aku rasa Rubi juga ingin cepat sembuh.
***